menjual barang gadaian hukumnya?
B. Arab
kyoshi1
Pertanyaan
menjual barang gadaian hukumnya?
1 Jawaban
-
1. Jawaban yudafad
Orang yang memberikan pinjaman boleh mengambil jaminan (dengan status sebagai barang gadai) dari orang yang berhutang untuk menjamin pembayaran hutangnya. Telah dinyatakan dalam hadits sahih, bahwa:
اشترى رسول الله صلى الله عليه وسلم من يهودي طعاماً بنسيئة فأعطاه درعاً له رهناً
Nabi saw. pernah membeli makanan dari orang Yahudi dengan pembayaran mundur. Kemudian Nabi pun memberikan baju besi beliau kepadanya sebagai jaminan. (H.r. Muslim dari ‘Aisyah ra)
Namun, pihak yang memberikan pinjaman —yang sekaligus memegang barang gadai— tadi tidak berhak memilikinya, jika pihak yang menggadaikan (peminjam) tidak mampu membayar hutangnya. Sebab, status barang gadaian tersebut tetap menjadi hak pemiliknya, sebagaimana yang dinyatakan oleh hadits Nabi:
Barang gadaian tersebut tetap tidak tertutup dari pemilik yang telah menggadaikannya. (H.r. as-Syafi’i dari Sa’id bin al-Musaib).
Pengertian: “tidak tertutup dari pemilik” artinya, ia tetap tidak sah menjadi milik pihak yang memberikan pinjaman, jika pihak peminjam tidak mampu membayar hutangnya. Namun, barang gadai (pinjaman) tersebut boleh dijual dan hutangnya boleh dibayar dengannya. Kemudian sisanya boleh dikembalikan kepada pemiliknya. Rinciannya adalah sebagai berikut:
Jika hutang tersebut sudah jatuh tempo, maka pihak yang memberikan pinjaman tadi boleh meminta orang yang meminjam —sekaligus pihak yang menggadaikan barangnya— untuk membayar hutangnya. Jika orang yang meminjam tersebut mempunyai harta lain, selain yang dijadikan jaminan (digadaikan), dan bisa membayar hutangnya dengan harta tersebut, maka barang gadaian tersebut harus dilepas, dan dikembalikan kepada pemiliknya. Namun, jika hartanya tidak cukup untuk membayar hutangnya, baik sebagian maupun keseluruhan, maka orang yang menggadaikan (peminjam) tersebut wajib menjual barang jaminan —yang digadaikannya— dengan seizin pihak yang memberi pinjaman —sebagai pemegang barang gadaian— kemudian hutang kepada pihak yang memberikan pinjaman tersebut harus terlebih dahulu dibayar dengan uang —yang diperoleh dari penjualan— sebelum yang lain. Kemudian, uang sisa hasil penjualannya dikembalikan kepada pemiliknya.
Dari penjelasan di atas tampak, bahwa pihak yang mendapatkan jaminan —sekalipun pemberi pinjaman— tersebut tidak berhak menguasai barang jaminan, jika orang yang berhutang tadi tidak mampu membayar hutangnya. Dia juga tidak dibolehkan menjual sendiri barang jaminan —yang digadaikan kepadanya— melainkan harus melalui pengadilan. Pengadilanlah yang memaksa pihak peminjam —sekaligus yang menggadaikan barangnya— untuk menjual barang jaminan —yang digadaikan tersebut. Sebab, barang tersebut tetap menjadi milik orang yang menggadaikannya, sebagaimana hadits Nabi:
Barang gadaian tersebut tetap tidak tertutup dari pemilik yang telah menggadaikannya. (H.r. as-Syafi’i dari Sa’id bin al-Musaib).
Dialah yang berhak menjualnya, dan membayar hutangnya dari uang hasil penjualan barang tersebut. Jika dia menolak, maka pemerintah wajib memaksanya untuk menjual dan membayar hutangnya. Sedangkan kelebihannya tetap harus dikembalikan kepada pemiliknya.